This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Friday, April 15, 2016

Penyakit LDM


Lobha adalah kemelekatan yang sangat terhadap sesuatu sehingga membuat pikiran selalu merasa lapar, serakah serta tidak puas dengan apa yang telah dimiliki.

Dosa adalah penolakan yang sangat terhadap sesuatu sehingga membuat pikiran selalu emosi, kesal dan penuh dengan kebencian.

Moha adalah kebodohan batin, yaitu tidak dapat membedakan mana yang buruk dan mana yang baik.
Dari ketiga akar kejahatan inilah seseorang berbuat jahat. 

Lobha
Setiap orang pasti memiliki keinginan untuk sesuatu. Ini adalah hal yang wajar. Tetapi keinginan akan satu hal yang terus menerus dan ingin lebih dan lebih inilah Lobha. 

Sebagai contoh: karena kemelekatan yang sangat terhadap kehidupan mewah, seseorang menginginkan kehidupan yang lebih mewah lagi, maka timbullah keserakahan dan agar keinginannya untuk hidup lebih mewah lagi tercapai, ia melakukan berbagai cara termasuk melakukan tindakan kejahatan.

Untuk mencegah timbulnya Lobha dalam diri, maka perlu:
- Menggunakan Sati (perhatian,kewaspadaan, kesadaran).
- Berusaha untuk tidak selalu menuruti keinginan.
- Merenungkan untung dan rugi dengan menggunakan Panna (kebijaksanaa).
- Membangkitkan Hiri (malu berbuat jahat) dan Ottapa (takut berbuat jahat).
- Mengembangkan Dhamma yang berlawanan dengan Lobha, seperti berdana.
  (Ajitamanavasa, Solasa panha)



Dosa
Pikiran untuk menyakiti, merusak, menghilangkan, mengingkirkan, memusnahkan sesuatu karena adanya rasa tidak suka yang sangat atau benci terhadap sesuatu tersebut, inilah Dosa.
Dosa ini dapat diibaratkan dengan sebuah titik api yang menyala, dan bila tidak segera dipadamkan maka akan menjadi kobaran api yang lebih besar, sehingga dapat merusak segalanya, dalam hal ini merusak pemikiran, kesehatan fisik dan mental, bahkan dapat membuat seseorang menjadi pembunuh.

Sebagai contoh: karena tidak menyukai seekor lalat, terjadi penolakan yang sangat dan timbul kebencian terhadap lalat tersebut, seseorang menginginkan lalat tersebut tersebut musnah, hilang, menyingkir dari hadapannya, menyakiti, merusak, maka ia melakukan berbagai cara untuk memusnahkan, menghilangkan, menyingkirkannya termasuk dengan melakukan tindakan kejahatan berupa pembunuhan.

Untuk menghindari timbulnya Dosa dalam diri, maka diperlukan menjalankan Panca Sila (Lima Sila)



Moha
Kebodohan batin atau kegelapan batin, yaitu tidak dapat membedakan mana yang buruk dan mana yang baik, tidak dapat menembus arti dari empat kebenaran Arya, Hukum Tilakkhana, Hukum Paticcasamuppada, Hukum Kamma.

Jika diibaratkan, Moha seperti kegelapan yang membuat seseorang tidak dapat berbuat-apa-apa bahkan hanya dapat berbuat kesalahan.

Sebagai contoh: karena tidak mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk seseorang melakuan pencurian terhadap seorang hartawan untuk dibagian kepada kaum miskin. Ia menganggap mencuri hanya dari orang kaya adalah hal yang baik dan sah-sah saja sehingga ia melakukan pencurian tanpa merasa bersalah.

Untuk mencegah timbulnya Moha dalam diri, maka cara terbaik adalah mengembangkan Panna (kebijaksanaan). Panna (kebijaksanaan dapat dicapai dengan berbagai macam cara, seperti banyak membaca, belajar, dan mendengar.



Jadwal Kegiatan Sehari-hari Sang Buddha

JADWAL KEGIATAN SEHARI-HARI SANG BUDDHA

Kegiatan sehari-hari Sang Buddha adalah sebagai berikut :
WAKTU/PUKUL
KETERANGAN
04.00
 Bangun tidur
 Mandi
 Bermeditasi
05.00
 Sang Buddha melihat dengan mata dewa ke seluruh dunia barangkali ada orang yang membutuhkan pertolongan
06.00                                 ber
Berpindapata atau mengunjungi orang yang memerlukan pertolongan Beliau
12.00 – 18.00
Menjawab pertanyaan dari para Bhikkhu
Melihat dengan mata dewa ke seluruh dunia barangkali ada makhluk yang membutuhkan pertolongan

Membabarkan Dhamma
18.00 – 22.00
Mandi
Membabarkan Dhamma dan memberi nasihat kepada para Bhikkhu dan umat-Nya
22.00 – 02.00
Membabarkan Dhamma yang khusus ditujukan untuk para dewa
02.00 – 03.00
Berjalan mondar-mandir sambil menghirup udara segar
03.00 – 04.00
Tidur
Begitu seterusnya setiap harinya





45 TAHUN MEMBABARKAN DHAMMA

Tahun ke-1
Setelah memperoleh Penerangan Agung, Sang Buddha menjalankan vassa (istirahat musim hujan ) di Isipatana.

Tahun ke-2
Sang Buddha menjalankan vassa di Veluvana, Rajagaha

Tahun ke-3
Atas permintaan Raja Suddhodana, Sang Buddha kembali ke Kapilavatthu. Di Nigrodharama, untuk pertama kalinya Sang Buddha memperlihatkan kekuatan gaib-Nya yang disebut Yamakapatihariya yaitu “Mukjizat Ganda” yang hanya dapat dilakukan oleh seorang Buddha. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan keluarganya dan orang Sakya lain bahwa memang benar telah mencapai tingkat Buddha
Dalam perjalanan kekmbali dari Kapilavatthu ke Rajagaha Sang Buddha bertemu dengan Anathapindikan dan menyetujui untuk menjalankan vassa yang akan datang di Savatthi.

Tahun ke-4
Sang buddha ber-vassa di Veluvana, Rajagaha.



Tahun ke-5
Sang Buddha ber-vassa di Kutagarasala, Vesali. Waktu itu Raja Suddhodana sakit. Sang Buddha mengunjungi Raja di Kapilavatthu dan memberikan khotbah Dhamma kepada ayah-Nya, setelah mendengar khotbah tersebut Raja Suddhodana mencapai tingkat Arahat dan meninggal dunia tujuh hari kemudian.
Sangha bhikkhuni di bawah pimpinan Mahapajapati terbentuk di tahun ini.
Tahun ke-6
Ber-vassa di Mankulapabbata (Lereng Mankula). Di tahun ini Sang Buddha memperlihatkan untuk kedua kalinya Yamakapatihariya di bawah pohon Gandamba di Savatthi, meskipun sebelumnya beliau melarang murid-muridnya untuk memperlihatkan kekuatan gaib di depan umum. Hanya beliau yang boleh memperlihatkan kekuatan gaib di depan umum tetapi murid-muridnya dilarang melakukan hal-hal tersebut.

Tahun ke-7
Sang Buddha mengunjungi Surga Tavatimsa untuk memberikan pelajaran Abhidhamma kepada Dewa Santusita (almarhum Ratu Mahamaya) dan para dewa lainnya selama tiga bulan dan ber-vassa di sana.
Waktu itu kemashuran Sang Buddha mencapai titik tertinggi sehingga adanya rasa tidak senang dari golongan pertapa karena merasa tertandingi. Sehingga muncul niat untuk menjatuhkan atau mencemarkan nama baik Sang Buddha dengan berbagai fitnahan salah satunya adalah dengan melalui wanita bernama Cinca manavika dan Sundari.


Tahun ke-8
Tahun ini Beliau berada di wilayah kaum Bhagga. Ketika diam di Bhesakalavana dekat Gunung Sumsumara, Sang Buddha bertemu dengan Nakulapita dan istrinya yang di kehidupan yang lampau pernah menjadi ayah dan ibu-Nya sampai limaratus kali.

Tahun ke-9
Tahun ini Sang Buddha ber-vassa di Kosambi

Tahun ke-10
Di tahun ini terjadi perselisihan di antara para bhikkhu di Kosambi. Karena letih menghadapi perselisihan yang tak mau didamaikan, Sang Buddha ber-vassa di hutan Parileyyaka. Di hutan sang Buddha dijaga dan dilayani oleh seekor gajah gajah yang baik hati. Sehabis vassa Sang Buddha pergi ke Savatthi. Ketika itu para bhikkhu di Kosambi sudah insyaf dan datang mengunjungi Sang Buddha untuk minta ampun. Mereka semua diberi ampun dan dengan demikian perselisihan itu dapat didamaikan.

Tahun ke-11
Tahun ini Sang Buddha berdiam di desa Ekanala dan mentahbiskan Kasi Bharadvaja.
Sang buddha mengunjungi Bharadvaja pada upacara menanam padi dan berdiri di dekat tempat pembagian makanan para petani yang ikut menanam padi. Melihat Sang Buddha, Bharadvaja menegur agar Sang Buddha pun harus ikut membajak dan menanam padi sebagaimana ia sendiri juga turut bekerja untuk dapat makan hasilnya.
Tetapi Sang Buddha menjawab dan menerangkan arti membajak yang sesungguhnya sesuai dengan Dhamma, yaitu dengan kata-kata sebagai berikut :
“Keyakinan adalah bibitku, hujan adalah tata tertibku, pandangan terang adalah bajakku disertai kayu lengkung yang sesuai
Tahu malu adalah tiang bajakku dan pikiran adalah talinya
Pemusatan pikiran adalah pengunjam bajakku dan cambukku
Waspada dalam perbuatan, waspada dalam ucapan, dan sederhana dalam makan dan minum
Aku mencabut rumput dengan kesunyataan dan menyelesaikan tugas adalah apa yang aku selalu dambakan
Kemauan keras adalah regu penopang bebanku yang menarik bajakku menuju pelabuhan yang aman, selalu maju dan tak pernah mundur
Dan di tempat yang dilalui tak akan ada lagi yang menangis, itulah caraku membajak
Buah yang akan dipetik adalah makanan abadi
Siapa saja yang melaksanakan cara membajak seperti ini akan terbebas dari penderitaan dan kesedihan.”
Dan tidak lama kemudian ia menjadi bhikkhu dan berhasil mencapai tingkat arahat.


Tahun ke-12
Ber-vassa di Veranja atas permohonan seorang Brahmana bernama Veranja. Ketika itu berjangkit kekurangan makanan di tempat tersebut, sehingga Sang Buddha dan rombongannya harus makan makanan yang disediakan oleh lima ratus orang pedagang kuda. Moggallana menawarkan diri untuk menyediakan makanan yang layak dengan menggunakan kekuatan gaib tetapi Sang Buddha menolaknya.


Tahun ke-13
Tahun ini Sang Buddha ber-vassa di Calikapabbata dan dilayani oleh seorang bhikkhu bernama Meghiya.

Tahun ke-14
Sang Buddha ber-vassa di Jetavanarama, Savatthi. Di tempat ini Rahula memperoleh upasampada dan menjadi bhikkhu. Menurut Vinaya seorang hanya diperkenankan menjadi bhikkhu apabila telah mencapai usia dua puluh tahun, dan Rahula pada waktu itu mencapai usia tersebut.

Tahun ke-15
Sang Buddha kembali ke Kapilavatthu dan tahun itu mertuanya, Suppabuddha meninggal dunia. Dalam keadaan mabuk Suppabuddha tidak mengizinkan Sang Buddha berjalan di jalanan Kapilavatthu, sebab ia masih mempunyai perasaan dendam bahwa Sang Buddha telah menyia-nyiakan putrinya.

Tahun ke-16
Kejadian penting selama Sang Buddha diam di Alavi di tahun ini adalah penaklukan dari Yakkha Alavaka yang meneror kota Alavi seperti yang dikisahkan dalam Samyuta nikaya  (1-10).


Tahun ke-17
Tahun ini Sang Buddha berada di Savatthi untuk mengunjungi seorang petani miskin yang mempunyai potensi untuk mencapai Sotapanna. Di tahun ini Sang Buddha juga mengunjungi seorang pelacur wanita bernama Sirima yang meningal dunia. Kemudian Sang Buddha ber-vassa di Veluvanarama, Rajagaha.

Tahun ke-18
Di tahun ini Sang Buddha kembali ke Alavi untuk mengunjungi anak perempuan seorang penenun. Dan setelah mendengar uraian Dhamma dari Sang Buddha, gadis perempuan ini pada saat meninggal dunia mencapai Sotapatti Phala. Pada tahun ini Sang Buddha juga ber-vassa di Calikapabbata.

Tahun ke-19
Sang Buddha ber-vassa di Calikapabbata.

Tahun ke-20
Di tahun ini Ananda ditunjuk sebagai pembantu tetap Sang Buddha dan selama dua puluh tahun Ananda menjadi pembantu tetap yaitu sampai Sang Buddha Parinibbana di Kusinara. Di tahun ini pula Sang Buddha menaklukkan seorang penyamun ganas bernama Angulimala. Di tahun ini Sang Buddha ber-vassa di Veluvanarama, Rajagaha.

Tahun ke-21 sampai dengan tahun ke-44
Selama tahun-tahun tersebut di atas, tidak dapat dipastikan secara berurutan, tempat-tempat mana yang telah dikunjungi oleh Sang Buddha dan di mana Sang Buddha ber-vassa.
Tetapi dapat diketahui bahwa delapan belas vassa dijalankan di Jetavanarama, dan lima vassa di Pubbarama, Savatthi sedangkan vassa ke-44 dijalankan di Beluva, sebuah desa kecil, yang terletak di dekat Vesali.
Satu hal pasti yang dapat diketemukan dalam sutta-sutta ialah tentang mangkatnya Raja Bimbisara, delalpan tahun sebelum Sang Buddha sendiri mencapai Parinibbana. Ketika itulah Devadatta dengan paksa ingin mengambil alih pimpinan Sangha dari Sang Buddha.

Tahun ke-45

Di tahun ini Sang Buddha mangkat dan mencapai Parinibbana di Kusinara pada saat purnama sidi di bulan Vaisak (Mei) sebelum waktu ber-vassa.

Sunday, March 13, 2016

Pengertian, Tujuan, Manfaat, dan Cara Puja Bakti

A. Pengertian, Tujuan, Manfaat, dan Cara Puja
Bakti
1. Pengertian Puja Bakti
          Sebagai umat Buddha yang berbakti, sebaiknya setiap hari Minggu melaksanakan puja bakti/kebaktian. Puja bakti biasanya dilaksanakan waktu pagi hari. Bila kamu pernah mengikuti puja bakti, kamu adalah manusia yang meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Manusia yang meyakini Tuhan akan menganut dan memeluk salah satu agama dan
akan melaksanakan ibadah, kebaktian atau puja bakti di tempat ibadah mereka sesuai dengan ketentuan agama masing-masing. Puja bakti/ kebaktian, yaitu upacara, ritual atau sembahyang yang dilakukan sebagai ungkapan keyakinan (Saddha) terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Buddha, Dhamma dan Sangha (TriRatna).
2. Tujuan Melaksanakan Puja Bakti
          Puja bakti/kebaktian dalam agama Buddha dilakukan dengan cara yang berbeda-beda dan menggunakan doa yang berbeda sesuai dengan aliran masing-masing karena agama Buddha juga banyak aliran dan banyak sekte. Dalam kebaktian, ada yang menggunakan bahasa Mandarin, bahasa Sanskerta, bahasa Pali, bahasa Jepang, Tibetan, dan bahasa yang lain. Meskipun cara dan doa yang dibacakan ketika kebaktian
berbeda-beda, namun memiliki tujuan yang sama, yaitu seperti berikut.
a.    Menghormati dan merenungkan sifat-sifat luhur TriRatna (Buddha, Dhamma dan Sangha)
b.    Meningkatkan keyakinan (Saddha) dengan tekad (Aditthana) terhadap TriRatna
c.    Mengembangkan empat sifat luhur (Brahma Vihara), yaitu cinta kasih, belas kasih, simpati, dan batin seimbang
d.    Mengulang atau membaca dan merenungkan kembali khotbah khotbah Buddha
e.    Melakukan Anumodana, yaitu membagi perbuatan baik kepada makhluk lain
f.     Berbagi kebajikan kepada semua makhluk
          Hal yang terpenting saat melakukan puja bakti adalah pikiran bersih, penuh konsentrasi agar indra-indra terkendali saat membaca doa untuk mengagungkan TriRatna. Paritta yang dibaca dalam puja bakti berisidoa agar semua makhluk berbahagia.
Puja bakti yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh penghayatan akan bermanfaat besar, yaitu seperti berikut.
a.    Keyakinan (saddha) dan bakti kepada TriRatna akan bertambah
b.    Empat sifat luhur (brahma vihara) akan berkembang
c.    Indra (samvara) akan terkendali karena pikiran diarahkan untuk pujabakti
d.    Menimbulkan perasaan puas (Santutthi) karena telah berbuat baik
e.    Menimbulkan kebahagiaan (Sukha) dan ketenangan batin.
3. Manfaat dan Tata Cara Puja Bakti
Dalam agama Buddha, puja bakti (kebaktian) bukan hanya merupakan kewajiban bagi umat, tetapi menjadi kebutuhan agar memetik manfaat bagi kehidupan. Manfaat yang dapat diperoleh dari melaksanakan puja bakti antara lain.
a.    Menambah keyakinan (Saddha)
b.    Memiliki cinta kasih, belas kasihan, rasa simpatik, dan keseimbangan batin (Brahma Vihara)
c.    Perasaan puas (Santutthi)
d.    Kedamaian (Shanti)
e.    Kebahagiaan (Sukkha)
          Manfaat puja bakti dapat juga untuk melakukan penyadaran, di depan altar Buddha yakni seperti syair di bawah ini:
Syair Penyadaran Diri
Di hadapan Buddha aku menyesali
Kesalahan yang aku lakukan kepada mereka
Secara tulus dan terbuka
Semoga batinku menjadi tenteram

Jika dengan tindakan, ucapan, dan pikiran
Orang lain telah berbuat salah kepadaku
Aku dengan tulus memaafkan semuanya
Di hadapan Buddha Yang Mahasempurna
          Tata urutan dan cara puja bakti disesuaikan dengan Vihara dan aliran yang dianut oleh umat yang melaksanakan puja bakti. Tata urutan puja bakti yang sering dilakukan adalah seperti berikut.
a.  Puja bakti diawali dengan membacakan Paritta atau Sutra.
b.  Meditasi untuk mengembangkan batin .
c.   Bhikkhu, Pandita, penceramah atau guru agama memberikan ceramah atau cerita.
d.  Berdana (dana paramita) untuk melatih kemurahan hati .
e.  Melakukan pelimpahan jasa kepada leluhur agar para dewa dan naga yang perkasa memberkati kita semua.
f.   Puja bakti ditutup dengan membacakan Paritta atau Sutra penutup. Makna Paritta yang dibaca ketika puja bakti adalah mengulang khotbah Buddha, mengembangkan sifat luhur dan mendoakan agar semua makhluk berbahagia.
B. Macam-Macam Puja Bakti
1. Kebaktian Umum
          Kebaktian umum adalah kebaktian yang dilaksanakan secara bersama-sama di Vihara, Cetiya ataupun Candi. Contoh kebaktian umum, yaitu kebaktian dewasa, usia lanjut (manula), kebaktian sekolah minggu, dan kebaktian hari raya. Kebaktian umum dibedakan menjadi dua macam, yaitu kebaktian yang dihadiri Bhikkhu dan kebaktian yang tidak dihadiri oleh Bhikkhu.Permohonan tuntunan Paritta Tisarana Pancaīla (Arādhanā Tisarana Pancaīla) dibacakan agardibimbing Bhikkhu berlindung kepadaTriRatna dan tekad melaksanakan Pancasila. Ketika Bhikkhu akan ceramah, umat membacakan Paritta permohonan ceramah (Arādhanā Dhammadesanā).
2. Kebaktian Sekolah
          Kebaktian sekolah adalah kebaktian yang dilaksanakan sebelum dan sesudah pelajaran agama Buddha dilaksanakan. Di dalam kebaktian ini, pembacaan doa tidak mengikat dan mengikuti kebiasaan di sekolah tersebut. Pada umumnya, sebelum pelajaran agama Buddha dimulai, siswa dan guru membacakan Paritta Namaskara Gatha. Setelah pelajaran selesai, siswa membacakan kembali Namaskara Gatha atau Vihara Gita Namaskara. Tujuan kebaktian di sekolah agar para siswa lebih yakin terhadap kebenaran Dharma Buddha. Tujuan lainnya ialah memberpengaruh batin siswa agar lebih tenang dan konsentrasi dalam belajar. Hal yang perlu diperhatikan dalam kebaktian di sekolah adalah mempersiapkan suasana tenang dan batin yang damai. Suasana tenang dan damai akan membuat pembacaan Paritta lebih hikmat.
3. Kebaktian Pribadi
          Kebaktian pribadi adalah kebaktian yang dilakukan oleh perorangan atau keluarga yang  biasanya dilaksanakan di rumah. Akan tetapi, terdapat pula umat Buddha yang melaksanakan kebaktian pribadi di Vihara ataupun Cetiya.
Pengatur jalannya puja bakti adalah pemimpin kebaktian. Dalam puja bakti, terdapat sikap hormat yang perlu dilakukan agar lebih hikmat. Sikap hormat ketika puja bakti, yaitu seperti berikut;
a.  Bersujud (Namaskara); dengan lima titik menyentuh lantai
b.  Beranjali; dengan merangkapkan kedua tangan di depan dada.
c.   Berjalan (Pradaksina/Padakkhina); dengan mengelilingi altar/candi searah jarum jam sebanyak tiga kali, tangan bersikap anjali dan tanpa menggunakan alas kaki.

4. Sopan Santun di Vihara
Mengunjungi Vihara sebaiknya menunjukkan tata krama atau sikap hormat dan sopan dengan mematuhi peraturan di Vihara tersebut. Dengan melakukan tata krama mematuhi peraturan di Vihara, puja bakti dapat berlangsung dengan tertib dan hikmat, tenang dan nyaman. Tata krama yang ada di Vihara contohnya adalah seperti berikut.
1. Tata Krama Berpakaian
a.            Berpakaian rapi dan sopan
b.            Melepaskan alas kaki, topi maupun jaket
c.            Meletakkan alas kaki pada tempat yang disediakan
2. Tata Krama Pikiran
a.            Pikiran bersih saat memasuki halaman Vihara
b.            Menjaga kesadaran agar pikiran tetap bersih dan suci
3. Tata Krama Ucapan
a.            Memberi salam dengan bersikap anjali kepada Bhikkhu dan sesama umat Buddha
a.            Bersikap ramah kepada siapa saja
b.            Mengikuti puja bakti dengan tertib dan hikmat
c.            Membaca doa dan paritta dengan tenang;
4. Tata Krama dalam Perbuatan
a.            Memasuki ruang puja bakti dengan bersikap anjali
b.            Sebelum dan setelah meninggalkan ruang puja bakti, bersujud (Namaskara) di hadapan altar Buddha
c.            Mendengarkan ceramah atau cerita dengan tenang
d.            Bermeditasi dengan tenang dan serius
e.            Bersikap sopan, tenang, tidak bercanda atau berisik, dan tidak lari-larian
f.             Mematikan mobile phone ketika puja bakti
g.            Membuang sampah pada tempatnya
h.            Tidak makan atau minum ketika di ruang puja bakti
i.             Tidak menjulurkan kaki ke depan altar
5. Tata Krama terhadap Bhikkhu/Bhikkhuni
a.            Menghormat dengan bersikap anjali memberi salam atau bernamaskara
b.            Dengan sopan memanggil Bhikkhu dengan panggilan “Bhante”
a.            dan Bhiksu dengan panggilan “Suhu” atau “Sefu”
b.            Berhenti sejenak jika berpapasan dengan anggota Sangha Bangun jika sedang duduk, dan memberi tempat duduk yang baik kepada anggota Sangha
c.            Duduk di tempat yang tidak lebih tinggi dari Bhikkhu/Bhikkhuni
d.            Bila bicara dengan anggota Sangha yang berbeda jenis, sebaiknya dilakukan di tempat terbuka.
RANGKUMAN
·         Sebelum melaksanakan kebaktian, batin/pikiran harus baik dan tenang agar kebaktian berjalan dengan hikmat.
·         Kebaktian dibedakan menjadi tiga, yaitu kebaktian di Vihara, sekolah, dan kebaktian di rumah/pribadi.
·         Saat puja bakti diwajibkan menjaga tata tertib yang telah ditentukan Vihara.
·         Bukan hanya saat melaksanakan kebaktian saja sopan santun harus dijaga, tetapi saat berada di mana pun kita wajib menjaga sopan santun.

Sumber: Buku SD Kelas IV

Pujimin dan Suyatno. 2014. Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti. Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.